Proses pembuatan hidrogen peroksida dengan
menggunakan proses autooksidasi anthraquinone merupakan proses yang
diperkenalkan pertama oleh industri IG Farben di Jerman pada tahun 1940an.
Melalui proses ini dapat dihasilkan H2O2 1 metrik ton per
hari. Proses ini merupakan siklus operasi dimana alkil anthraquinone digunakan
kembali. Alkil antharaquinone dalam proses ini berfungsi sebagai pembawa H2
dan dibutuhkan untuk mencampur oksigen dan hidrogen secara langsung yang dapat
menimbulkan bahaya (campuran yang mudah meledak). Loop sintesis pada proses ini
terdiri dari tahap hidrogenasi, filtrasi, oksidasi dan ekstraksi. Selain itu
juga ada proses selanjutnya seperti pemurnian, pemekatan, stabilisasi dan
pengemasan.
1. Tahap Hidrogenasi
Alkil anthraquinone yang biasanya digunakan dalam proses ini adalah
2-etilanthraquinone. Alkil anthraquinone ini dilarutkan dalam dua pelarut,
yaitu pelarut polar dan nonpolar. Secara keseluruhan anthraquinone dan pelarut
disebut larutan kerja. Pelarut yang digunakan dalam tahap ini bisa Al2O3
saja, SiO2 saja atau campuran Al2O3 dan SiO2.
Larutan kerja yang mengandung anthraquinone terlarut dihidrogenasi dengan gas
hidrogen dalam hidrogenator menggunakan katalis palladium. Temperatur diatur
pada suhu sekitar 45oC dan di bawah tekanan parsial hidrogen hingga
4 bar. Hidrogenasi ini dikontrol dan dijaga di bawah 60% untuk meminimalisir
reaksi hidrogen sekunder terhadap cincin anthraquinone. Selama hidrogenasi
alkil anthraquinone diubah menjadi alkil anthrahidroquinone dan tetrahidroalkil-anthrahidroquinone,
meskipun pembentukan quinone bentuk tetra lebih disukai.
Katalis palladium dalam
proses ini dapat digantikan dengan salah satu katalis yang lain yaitu katalis
Raney nikel yang digunakan dalam proses reduksi atau hidrogenasi anthraquinone.
Namun proses ini memiliki dua kelemahan yaitu anthraquinone akan mengalami
hidrogenasi yang berlebihan dan deaktivasi yang cepat. Oleh karena itulah
digunakan katalis palladium yang lebih selektif, namun hasil samping dari
proses hidrogenasi tidak dapat dihindari (pemakaian hidrogen dan anthraquinone
yang berlebih). Selektivitas katalis ini tinggi dimana hidrogenasi hanya akan
terjadi pada gugus karbonil dan meninggalkan cincin aromatik dalam keadaan
tetap utuh.
2. Tahap Filtrasi
Pada
proses ini larutan kerja yang mengandung antharaquinone terhidrogenasi disaring
untuk memisahkan katalis. Jika katalis tidak disaring akan dapat menyebabkan
hidrogen peroksida mengalami dekomposisi pada tahap selanjutnya, mengurangi
hasil dan menyebabkan bahaya.
3. Tahap Oksidasi
Pada
proses ini larutan kerja dioksidasi dengan menghembuskan udara kaya oksigen ke
dalamnya. Tetrahidroalkil-anthrahidroquinone dioksidasi, membentuk hidrogen
peroksida dalam fase organik dan membentuk quinone kembali. Oksidasi ini
dilakukan tanpa adanya katalis dengan cara mendidihkan udara melalui larutan
pada suhu 30 – 60oC dan tekanan mendekati tekanan atmosfer. Reaksi
ini terjadi melalui mekanisme rantai radikal bebas. Oleh karena proses oksidasi
ini tidak digunakan katalis sehingga proses ini sering disebut auto-oksidasi.
4. Tahap Ekstraksi
Pada
proses ini hidrogen peroksida yang terbentuk pada fasa organik dipisahkan dari
larutan kerja agar diperoleh hasil dalam fasa air. Air bebas mineral
ditambahkan dari atas kolom ekstraksi cair – cair dengan tinggi 35 meter. Air
dialirkan ke bawah kolom sedangkan larutan kerja di pompa ke bagian atas kolom.
Ekstraktor didesain untuk memastikan agar kontak antara air dan larutan kerja
dapat maksimum. Hidrogen peroksida yang terdapat dalam larutan kerja memiliki
konsentrasi antara 0,8 – 1,9% w/w dan ekstraktor efisien dapat meningkatkannya
menjadi lebih dari 95%. Konsentrasi hidrogen peroksida dalam produk mentahnya
antara 25 – 45%. Larutan kerja meninggalkan bagian atas ekstraktor dan bebas
dari hidrogen peroksida serta dipompa kembali ke hidrogenator. Larutan kerja
sekarang hanya mengandung alkil anthraquinone dan
tetrahidroalkil-anthrahidroquinone.
5. Tahap Pemekatan dan Pengemasan
Hidrogen
peroksida dengan konsentrasi antara 25 – 45% yang diperoleh kemudian dimurnikan
dan dilakukan distilasi vakum hingga konsentrasinya meningkat sampai 70% w/w.
Produk yang telah terkonsentrasi distabilkan untuk menghindari terjadinya
dekomposisi dengan cara menambahkan stabilizer,
dimana stabilizer disini yang
digunakan adalah sodium stannate dengan membentuk koloid pelindung. Setelah itu
produk yang dihasilkan dipompa ke dalam tangki penampung.
Stabilizer mengandung agen pengkhelat (fosfat anorganik atau organik) dan/ atau
stannate dan silikat. Beberapa stabilizer
(stannate) bersifat basa, kebanyakan (asam fosfonik) bersifat asam dan
digunakan sebagai buffer yang dapat meningkatkan keasaman produk. Koloid
stannate dan sodium pirophosphate (pada 25 – 250 mg/L) adalah stabilizer yang standard digunakan.
Organofosfonat juga umum digunakan sebagai stabilizer.
Aditif lain yang dapat digunakan adalah nitrat, asam fosfor dan koloid silikat.
Jumlah dan jenis stabilizer yang
digunakan bervariasi sesuai dengan kualitas produk dan konsentrasi hidrogen
peroksida.
Hidrogen peroksida memiliki sifat yang tidak berbau dan tidak berwarna.
H2O2 yang didapatkan di toko obat atau toko bahan kimia
telah mengandung stabilizer. Dengan
menuangkan ½ cap hidrogen peroksida ke dalam wadah distilasi dengan air non-klorinasi
dan ditempatkan di bawah sinar matahari untuk mengamati apakah H2O2
mengandung stabilizer atau tidak. Jika mengandung stabilizer
maka warna akan tampak kuning atau warna lainnya. Jika larutan H2O2
tidak berwarna, berarti dalam larutan tidak mengandung stabilizer.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar